
Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berusaha memperkuat industri perbankan dalam negeri, salah satunya mempublikasikan peraturan Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS).
Dalam upaya ini, terdapat tiga peraturan yang sudah diterbitkan. Pertama, Peraturan OJK (POJK) Nomor 23 Tahun 2024 tentang Pelaporan lewat Sistem Pelaporan OJK dan Transparansi Kondisi Keuangan (TKK) bagi Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR dan BPRS).
Regulasi ini disusun selaku upaya mengembangkan pengawasan berbasis teknologi dan transparansi keadaan keuangan BPR dan BPRS dengan digitalisasi laporan yang disampaikan secara luring dan dijalankan pembiasaan cakupan laporan dan metode publikasi laporan.
POJK ini juga menjadi landasan aturan atas penyampaian seluruh laporan BPR dan BPRS, baik laporan bersiklus maupun insidental, terhadap OJK lewat Aplikasi Pelaporan Online Otoritas Jasa Keuangan (APOLO), sejalan dengan upaya mengembangkan efisiensi pelaporan BPR dan BPRS.
Baca Juga : NegaraIni Punya Pembelajaran Saham Untuk Anak Sekolah
POJK ini berlaku pada tanggal 1 Desember 2024 sekaligus juga mencabut POJK Nomor 48/POJK.03/2017 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Perkreditan Rakyat, POJK Nomor 13/POJK.03/2019 tentang Pelaporan Bank Perkreditan Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah lewat Sistem Pelaporan Otoritas Jasa Keuangan, dan POJK Nomor 35/POJK.03/2019 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Adapun berikut substansi pengaturan yang dikontrol dalam POJK tersebut:
1. Pelaporan yang disampaikan oleh BPR dan BPRS terhadap OJK dengan menertibkan penyampaian laporan lewat APOLO, baik laporan bersiklus maupun incidental, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Simplifikasi pelaporan BPR dan BPRS dengan cara meminimalisir beban jumlah laporan lewat penggabungan periodisasi laporan sejenis dan meminimalisir redundansi penyampaian laporan;
3. Meningkatkan transparansi keadaan keuangan terhadap penduduk antara lain dengan penambahan kanal terhadap laporan tahunan dan pembukuan keuangan publikasi lewat website BPR dan BPRS.
Kedua, POJK Nomor 24 Tahun 2024 tentang Kualitas Aset Bank Perekonomian Rakyat Syariah. Regulasi ini disusun selaku upaya membangun industri BPRS yang sehat dan berdaya saing dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan administrasi risiko kegiatan usaha, terutama pengelolaan aset dengan prinsip syariah.
POJK ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) dan merupakan perwujudan dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah 2023-2027 serta Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah 2024-2027.
POJK ini juga merupakan penyempurnaan atas POJK Nomor 29/POJK.03/2019 tentang Kualitas Aset Produktif dan Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan menampung pembiasaan pengaturan mengenai:
1. Penyelarasan peraturan mengenai Agunan Yang Diambil Alih (AYDA) serta kegiatan kerja keras yang diperkenankan sesuai dengan UU P2SK;
2. Penerbitan persyaratan akuntansi keuangan entitas privat (SAK EP) yang merupakan pengganti dari persyaratan akuntansi keuangan entitas tanpa akuntabilitas publik (SAK ETAP) yang hendak berlaku 1 Januari 2025;
3. Penegasan kiprah Dewan Pengawas Syariah dalam kebijakan pembiayaan dan mekanisme pembiayaan sejalan dengan UU P2SK, ketentuan mengenai administrasi risiko, serta ketentuan mengenai manajemen syariah bagi BPRS;
4. Penambahan pilar pemenuhan prinsip syariah dalam cakupan fatwa kebijakan pembiayaan BPRS; dan
5. Penyelarasan dengan ketentuan terkini dan ketentuan yang berlaku bagi Bank Perekonomian Rakyat serta penyempurnaan pengaturan yang berbasis prinsip.
Adapun pokok POJK ini berisikan ekspansi cakupan aset produktif, penambahan pengaturan mengenai aset nonproduktif, mutu aset produktif, penyisihan analisa mutu aset dan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN), restrukturisasi pembiayaan, properti terbengkalai, agunan yang diambil alih, hapus buku, serta kebijakan pembiayaan, dan mekanisme pembiayaan.
Ketiga, OJK mempublikasikan POJK Nomor 25 Tahun 2024 tentang Tata Kelola Syariah BPR Syariah. Regulasi ini diterbitkan selaku upaya penguatan manajemen syariah pada BPRS tergolong kenaikan kewenangan dan kiprah Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Regulasi ini merupakan tindak lanjut dari amanat UU P2SK serta merupakan perwujudan dari Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah 2023-2027 serta Roadmap Pengembangan dan Penguatan Industri Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah 2024-2027.
Dalam penyusunannya, selain menimbang-nimbang masukan yang berasal dari pemangku kepentingan, POJK ini juga memperhatikan Pedoman Umum Governansi Entitas Syariah Indonesia tahun 2023 yang diterbitkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governansi serta persyaratan IFSB-10 Guiding Principles on Shariah Governance Systems for Institutions Offering Islamic Financial Services.
POJK ini melengkapi framework manajemen di BPRS yang meliputi manajemen lazim (berdasarkan POJK Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah) serta manajemen syariah sebagaimana dikontrol dalam POJK ini.
Penguatan kiprah DPS dalam POJK ini kian memastikan pentingnya kiprah dan fungsi DPS dalam memantau penyelenggaraan kegiatan bank syariah biar sesuai dengan prinsip syariah.
Dalam rangka mendukung penguatan kiprah dimaksud, terdapat fungsi yang secara khusus bertanggung jawab dalam penerapan manajemen syariah dan bertugas mendukung kiprah DPS, merupakan fungsi kepatuhan syariah, fungsi administrasi risiko syariah dan fungsi audit intern syariah.
Di segi lain, terdapat keharusan bagi Direksi dan Dewan Komisaris bank syariah untuk mendukung pelaksanaan kiprah DPS tersebut. Dengan adanya penyempurnaan dimaksud, penerapan prinsip syariah di bank tidak hanya menjadi kiprah DPS saja tapi menjadi keharusan dari seluruh tingkatan dan jenjang organisasi di bank.