Setiap tanggal 10 Oktober, dunia memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia (World Mental Health Day). Peringatan ini bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan mental dan mengurangi stigma yang selama ini melekat pada isu tersebut. Tahun 2023, tema yang diangkat adalah “Mental Health is a Universal Human Right” — menekankan bahwa kesehatan mental adalah hak semua orang, di mana pun mereka berada.
Mengapa Hari Kesehatan Mental Itu Penting?
Kesehatan mental adalah bagian tak terpisahkan dari kesehatan secara keseluruhan. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 1 miliar orang di seluruh dunia mengalami gangguan kesehatan mental. Sayangnya, sebagian besar dari mereka tidak mendapatkan pengobatan yang layak karena stigma, kurangnya informasi, atau akses terhadap layanan kesehatan yang terbatas.
Di Indonesia, isu ini menjadi semakin relevan. Data Riskesdas menunjukkan adanya peningkatan kasus gangguan mental emosional, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Pandemi COVID-19 yang berkepanjangan pun memperparah kondisi ini, dengan meningkatnya kasus kecemasan, stres, dan depresi.
Kenali Tanda-Tanda Gangguan Kesehatan Mental
Mengenali gejala awal gangguan kesehatan mental adalah langkah penting agar penanganan dapat dilakukan sejak dini. Berikut beberapa tanda umum yang perlu diwaspadai:
1. Perubahan Emosi yang Ekstrem
Perasaan sedih, cemas, marah, atau frustrasi adalah bagian dari kehidupan. Namun, jika perubahan emosi ini berlangsung lama, intens, atau tidak sesuai dengan situasi yang dihadapi, bisa jadi itu adalah tanda gangguan mental. Misalnya, merasa sangat putus asa tanpa alasan yang jelas atau marah secara berlebihan terhadap hal-hal kecil.
2. Menarik Diri dari Sosialisasi
Seseorang yang biasanya aktif dan bersosialisasi, namun tiba-tiba menjadi pendiam, menjauh dari keluarga dan teman, atau menolak untuk terlibat dalam aktivitas sosial, mungkin sedang mengalami tekanan mental. Isolasi sosial sering kali menjadi tanda awal dari depresi atau gangguan kecemasan.
3. Gangguan Pola Tidur dan Makan
Perubahan drastis dalam pola tidur dan makan juga merupakan indikator penting. Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit (insomnia), serta kehilangan nafsu makan atau justru makan secara berlebihan (binge eating) dapat menjadi sinyal bahwa ada sesuatu yang tidak beres dengan kondisi mental seseorang.
4. Kehilangan Minat dan Motivasi
Orang dengan gangguan mental kerap kehilangan minat terhadap hal-hal yang sebelumnya mereka sukai. Misalnya, hobi yang biasanya menyenangkan menjadi terasa membosankan atau tidak berarti. Hal ini sering ditemukan pada penderita depresi.
5. Penurunan Fungsi dalam Kehidupan Sehari-hari
Kesulitan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, seperti bekerja, belajar, atau merawat diri sendiri, bisa jadi pertanda seseorang sedang mengalami gangguan psikologis. Mereka mungkin tampak lelah, tidak fokus, atau mudah lupa.
6. Pikiran Negatif yang Berulang
Munculnya pikiran negatif secara terus-menerus, seperti merasa tidak berharga, merasa bersalah secara berlebihan, atau pesimis terhadap masa depan, adalah tanda-tanda umum gangguan kesehatan mental seperti depresi dan gangguan kecemasan.
7. Perilaku Berisiko atau Merusak Diri Sendiri
Mereka yang mengalami gangguan mental terkadang menunjukkan perilaku yang merugikan diri sendiri, seperti menyakiti diri (self-harm), penyalahgunaan alkohol atau obat-obatan, atau bahkan berpikir untuk bunuh diri. Tanda ini memerlukan perhatian serius dan penanganan segera.
8. Halusinasi dan Delusi
Dalam kasus gangguan mental yang lebih berat seperti skizofrenia, seseorang bisa mengalami halusinasi (melihat atau mendengar sesuatu yang tidak nyata) atau delusi (meyakini hal-hal yang tidak masuk akal). Gejala ini biasanya mengganggu kenyataan dan dapat membahayakan jika tidak ditangani dengan tepat.
9. Gangguan Kecemasan yang Menghambat
Kecemasan yang normal bisa membantu seseorang menjadi lebih waspada. Namun, ketika rasa cemas terlalu intens, tidak proporsional, dan berlangsung terus-menerus, hingga menghambat aktivitas harian, itu bisa menjadi gangguan kecemasan. Misalnya, serangan panik, fobia berlebihan, atau rasa takut sosial yang ekstrem.
10. Perubahan Fisik Tanpa Penyebab Jelas
Gangguan mental juga bisa menampakkan diri melalui keluhan fisik seperti sakit kepala, nyeri otot, gangguan pencernaan, atau jantung berdebar, tanpa penyebab medis yang jelas. Sering kali, gejala psikosomatik ini muncul ketika pikiran seseorang mengalami tekanan berat.
Cara Mencegah Gangguan Kesehatan Mental
Pencegahan gangguan kesehatan mental tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi juga perlu didukung oleh lingkungan, keluarga, sekolah, tempat kerja, dan pemerintah. Berikut beberapa langkah yang dapat dilakukan:
1. Menjaga Pola Hidup Sehat
- Tidur cukup (7-9 jam sehari)
- Makan bergizi seimbang
- Rutin berolahraga minimal 30 menit per hari
- Hindari alkohol dan zat adiktif
2. Latih Kesehatan Mental Lewat Mindfulness
Mindfulness atau kesadaran penuh bisa dilakukan dengan meditasi, yoga, atau sekadar fokus pada pernapasan. Ini terbukti mengurangi stres dan meningkatkan suasana hati.
3. Bangun Koneksi Sosial yang Sehat
Memiliki jaringan sosial yang suportif—keluarga, teman, komunitas—dapat membantu mengurangi beban mental dan menciptakan rasa aman.
4. Kelola Stres dengan Cara Positif
Menulis jurnal, melakukan aktivitas seni, mendengarkan musik, atau sekadar berjalan di alam bisa menjadi bentuk self-care yang efektif.
5. Berani Minta Bantuan
Jika merasa kewalahan, jangan ragu untuk berbicara dengan tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater. Mengakses layanan kesehatan mental bukan tanda kelemahan, tetapi langkah bijak untuk sembuh.
6. Edukasi Diri dan Lingkungan
Pahami bahwa gangguan mental adalah hal yang umum dan bisa dialami siapa saja. Semakin banyak orang tahu, semakin sedikit stigma yang akan muncul.
Peran Masyarakat dan Pemerintah
Mengatasi masalah kesehatan mental bukan tugas individu semata. Pemerintah perlu menyediakan layanan kesehatan mental yang terjangkau dan mudah diakses. Sekolah dan tempat kerja juga harus menjadi ruang aman yang mendukung kesehatan jiwa.
Di Indonesia, program seperti Sehat Jiwa di Puskesmas (Sejiwa) mulai dikembangkan, namun masih menghadapi berbagai tantangan seperti kurangnya tenaga profesional dan fasilitas. Dukungan masyarakat untuk menciptakan lingkungan inklusif dan bebas stigma sangat dibutuhkan.