Pemerintah melalui kebijakan fiskalnya kembali menaikkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) untuk tahun ini. Kebijakan ini sontak menuai beragam reaksi dari masyarakat. Di satu sisi, ada yang mendukung dengan alasan peningkatan pendapatan daerah dan pengendalian jumlah kendaraan di jalan raya. Namun di sisi lain, tidak sedikit pula yang menilai kebijakan ini sebagai beban tambahan, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih pasca pandemi.
Latar Belakang Kenaikan Tarif PKB
Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dikelola oleh pemerintah provinsi. Dalam beberapa tahun terakhir, penerimaan dari sektor ini terus mengalami fluktuasi, sementara kebutuhan akan dana pembangunan infrastruktur, pemeliharaan jalan, serta transportasi publik terus meningkat.
Sebagai langkah strategis, beberapa daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah telah memutuskan untuk menaikkan tarif PKB sebesar 0,5% hingga 1% dari sebelumnya. Kenaikan ini berlaku tidak hanya untuk kendaraan baru, tetapi juga untuk pembayaran pajak tahunan kendaraan yang sudah dimiliki.
Pemerintah daerah beralasan bahwa penyesuaian tarif ini juga bertujuan untuk mendorong masyarakat menggunakan moda transportasi publik serta mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi.
Argumen yang Mendukung Kenaikan
1. Meningkatkan Pendapatan Daerah
Dengan meningkatnya tarif PKB, pemerintah daerah diharapkan dapat memperoleh pendapatan lebih besar yang akan digunakan untuk perbaikan infrastruktur dan peningkatan layanan publik. Dalam jangka panjang, dana ini dapat mengurangi ketergantungan terhadap dana transfer pusat dan memperkuat otonomi fiskal daerah.
2. Pengendalian Jumlah Kendaraan Pribadi
Kebijakan ini juga dianggap sebagai salah satu cara untuk mengendalikan laju pertumbuhan kendaraan bermotor. Di kota-kota besar, kepadatan lalu lintas telah menjadi masalah serius. Dengan beban pajak yang lebih tinggi, masyarakat diharapkan berpikir ulang sebelum membeli kendaraan baru atau bahkan mempertimbangkan untuk beralih ke transportasi publik.
3. Dampak Positif terhadap Lingkungan
Penggunaan kendaraan bermotor yang tinggi menjadi salah satu penyumbang utama emisi karbon. Dengan menekan pertumbuhan kendaraan melalui kebijakan fiskal seperti pajak, diharapkan ada penurunan tingkat polusi udara yang signifikan.
Argumen yang Menolak Kenaikan
1. Beban Ekonomi Tambahan
Banyak warga menilai bahwa kenaikan ini tidak tepat waktu. Di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil dan daya beli masyarakat yang masih rendah, tambahan beban seperti ini dianggap akan menyulitkan terutama bagi kelompok menengah ke bawah.
“Kami masih berjuang mengatur keuangan pasca pandemi. Naiknya pajak kendaraan terasa sangat memberatkan,” ujar Santi, seorang guru di Bekasi yang sehari-hari menggunakan motor untuk bekerja.
artikel lainnya : Peran UMKM dalam Pemulihan Ekonomi Pascapandemi di Indonesia
2. Kebijakan yang Tidak Merata
Kritik juga muncul karena kenaikan pajak ini dianggap tidak mempertimbangkan kemampuan ekonomi pemilik kendaraan. Tidak ada perbedaan tarif antara pemilik kendaraan mewah dan kendaraan roda dua yang digunakan untuk bekerja harian. Akibatnya, beban yang ditanggung masyarakat bawah dirasa tidak adil.
3. Minimnya Perbaikan Infrastruktur
Sejumlah warga mengeluhkan bahwa walau kenaikan pajak kendaraan dinaikkan, kondisi jalan di daerah mereka tetap buruk. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas penggunaan dana pajak selama ini dan memperkuat ketidakpercayaan terhadap kebijakan pemerintah daerah.
Pandangan Para Ahli
Menurut pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, kenaikan pajak kendaraan bermotor bisa efektif, asalkan diiringi dengan perbaikan pelayanan transportasi umum yang signifikan.
“Kalau tarif pajak dinaikkan tapi angkutan umum tidak nyaman, tidak tepat waktu, dan tidak aman, maka masyarakat tetap akan memilih kendaraan pribadi,” katanya.
Sementara itu, ekonom dari INDEF, Abra Talattov, mengingatkan bahwa setiap kebijakan fiskal perlu mempertimbangkan aspek keadilan dan transparansi, serta memberikan ruang konsultasi publik agar kebijakan tidak memunculkan gejolak sosial.
Harapan dan Solusi Ke Depan
Agar kebijakan ini tidak menjadi bumerang, pemerintah daerah diharapkan dapat:
- Mensosialisasikan alasan dan manfaat kenaikan tarif PKB dengan terbuka kepada masyarakat.
- Membuat klasifikasi tarif berdasarkan jenis kendaraan dan kemampuan ekonomi pemiliknya.
- Meningkatkan transparansi penggunaan dana pajak, agar masyarakat dapat melihat langsung hasil dari kontribusi mereka.
- Mengembangkan transportasi publik secara konsisten agar masyarakat memiliki alternatif yang layak untuk beralih dari kendaraan pribadi.
Kesimpulan
Kenaikan tarif Pajak Kendaraan Bermotor memang bukan kebijakan yang populer, namun jika dikelola dengan baik dan disertai transparansi serta keadilan, kebijakan ini dapat menjadi alat efektif untuk mendukung pembangunan daerah dan menjaga kualitas lingkungan. Tantangannya adalah bagaimana menjembatani antara tujuan kebijakan dan realitas ekonomi masyarakat, agar kebijakan ini tidak justru menciptakan ketimpangan dan resistensi sosial.