Lonjakan Kinerja Perdagangan Indonesia di Tengah Pemulihan Ekonomi Global
Ekspor nonmigas Indonesia mencatatkan capaian gemilang dengan rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir. Capaian ini menjadi sinyal kuat bahwa perekonomian nasional mulai bangkit dan menunjukkan ketahanan di tengah tantangan global seperti ketegangan geopolitik, inflasi dunia, hingga perubahan iklim yang mempengaruhi rantai pasok internasional.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nonmigas Indonesia mencapai angka tertinggi sejak 2019. Kenaikan tersebut bukan hanya terjadi karena tingginya harga komoditas global, tetapi juga karena perbaikan struktur ekspor dan peningkatan permintaan dari negara-negara mitra dagang utama.
Komoditas Unggulan Menopang Pertumbuhan Ekspor
Beberapa komoditas unggulan yang berperan besar dalam melonjaknya ekspor nonmigas antara lain produk berbasis kelapa sawit, batu bara, besi dan baja, serta produk elektronik dan otomotif. Industri pengolahan dalam negeri juga menunjukkan tren positif dalam menambah nilai produk sebelum diekspor, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap surplus neraca dagang nasional.
Produk-produk pertanian, perikanan, dan manufaktur juga terus mengalami peningkatan permintaan dari pasar global, terutama dari kawasan Asia Timur, Eropa, dan Amerika Serikat. Negara-negara seperti China, India, Jepang, dan Korea Selatan tetap menjadi tujuan utama ekspor Indonesia, dengan kontribusi volume dan nilai yang konsisten meningkat dari tahun ke tahun.
Dukungan Kebijakan Pemerintah dan Digitalisasi Perdagangan
Salah satu faktor yang mendorong peningkatan ekspor nonmigas adalah dukungan kebijakan dari pemerintah melalui berbagai program strategis. Program hilirisasi industri, peningkatan fasilitas ekspor, penguatan kerja sama dagang bilateral dan multilateral, serta stimulus fiskal kepada pelaku usaha turut memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar internasional.
Selain itu, digitalisasi dalam sektor perdagangan juga berperan besar. Penerapan sistem National Logistics Ecosystem (NLE) dan pemanfaatan platform e-commerce global memudahkan pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) untuk menembus pasar ekspor. Transformasi digital mempercepat proses perizinan, logistik, dan pembayaran, sehingga waktu dan biaya yang diperlukan untuk ekspor semakin efisien.
Tantangan dan Strategi Ke Depan
Meski mencatatkan rekor, ekspor nonmigas Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti fluktuasi harga komoditas dunia, hambatan tarif dan non-tarif dari negara mitra dagang, hingga ketergantungan pada ekspor bahan mentah. Oleh karena itu, diperlukan strategi jangka panjang untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekspor.
Pemerintah diharapkan terus memperkuat sektor industri manufaktur, meningkatkan standar kualitas produk, serta memperluas diversifikasi pasar ekspor, termasuk menargetkan negara-negara emerging market di Afrika dan Timur Tengah. Pelaku usaha juga diimbau untuk meningkatkan literasi ekspor, memperkuat branding produk Indonesia, dan aktif dalam pameran internasional.
artikel lainnya : Sri Mulyani Siap Dorong Peran Investor Muda Indonesia di 2023
1. Ketergantungan pada Komoditas Primer
Sebagian besar ekspor nonmigas Indonesia masih didominasi oleh produk primer seperti kelapa sawit, batubara, karet, kopi, dan produk pertanian lainnya. Produk ini rentan terhadap fluktuasi harga global, perubahan iklim, serta isu lingkungan dan sosial yang bisa berdampak pada akses pasar internasional.
2. Rendahnya Nilai Tambah
Banyak produk yang diekspor masih dalam bentuk bahan mentah atau setengah jadi. Hal ini menyebabkan nilai ekspor tidak maksimal karena negara pembeli memperoleh keuntungan lebih besar dengan mengolah produk tersebut menjadi barang jadi.
3. Kurangnya Diversifikasi Pasar
Pasar utama ekspor nonmigas Indonesia masih terfokus pada negara-negara tertentu seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan India. Ketergantungan pada beberapa pasar saja membuat Indonesia rentan terhadap risiko geopolitik dan perlambatan ekonomi di negara tujuan utama.
4. Keterbatasan Infrastruktur dan Logistik
Biaya logistik di Indonesia tergolong tinggi dibanding negara-negara pesaing seperti Vietnam dan Thailand. Keterbatasan pelabuhan, jalan, dan konektivitas antarwilayah membuat biaya pengiriman barang menjadi mahal dan tidak kompetitif.
5. Regulasi dan Birokrasi yang Kompleks
Perizinan ekspor, ketentuan teknis, hingga hambatan non-tarif seperti SNI wajib, masih menjadi kendala bagi banyak pelaku usaha, terutama UMKM. Hal ini menghambat potensi pelaku ekonomi lokal untuk menembus pasar global.
6. Kurangnya Inovasi dan Daya Saing Produk
Inovasi produk ekspor Indonesia masih tertinggal dibanding negara pesaing. Produk-produk Indonesia kerap kurang dalam aspek desain, kualitas, serta standardisasi global, sehingga kalah bersaing dalam pasar internasional.
Momentum Positif untuk Masa Depan Ekonomi
Rekor ekspor nonmigas dalam lima tahun terakhir menjadi momentum positif bagi perekonomian nasional. Pencapaian ini mencerminkan potensi besar Indonesia sebagai pemain utama dalam perdagangan global, sekaligus menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam mendorong kemajuan ekonomi berbasis ekspor.
Dengan komitmen yang kuat untuk meningkatkan nilai tambah produk dan membuka akses pasar yang lebih luas, Indonesia berada di jalur yang tepat untuk membangun ekonomi yang tangguh, inklusif, dan berkelanjutan.